Jumat, 17 Mei 2013

Feses dan Alergi

Pada bayi perubahan warna feses menjadi hijau masih dapat dikatakan sebagai suatu perubahan yang normal, selama tidak disertai oleh keluhan-keluhan lain, seperti nafsu makan menurun, terdapat darah pada BAB, muntah, bayi lebih rewel, berat badan menurun, dan lain sebagainya. Selain itu feses bayi memang umumnya tidak berbentuk, bisa seperti pasta/krem, berbiji (seeded), dan bisa juga seperti mencret/cair. Frekuensi buang air besar pada bayi bervariasi, dapat 4 - 10 kali sehari atau sebaliknya, sekali dalam 3 - 7 hari.

Feses yang berubah menjadi hijau dapat terjadi karena bayi Anda hanya mengkonsumsi makanan yang mengandung rendah lemak. Lemak biasanya didapatkan oleh bayi dari ASI. Namun bukan berarti semua ASI yang diberikan pasti tinggi lemak. Dalam payudaranya, ibu memiliki ASI depan (foremilk) dan ASI belakang (hindmilk).

Saat bayi menyusu, ia akan selalu menghisap ASI depan terlebih dahulu. ASI depan (foremilk) memiliki banyak kandungan gula dan laktosa tapi rendah lemak. Sementara ASI belakang (hindmilk) mengandung banyak lemak. Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, feses yang keluar akan didominasi warna kuning/golden feces, dan warna tersebut normal. Warna kuning ini berasal dari proses pencernaan lemak yang dibantu oleh cairan empedu.

Pada anak yang diberikan makanan lain selain ASI, seperti bayi Anda, menyebabkan terjadinya perubahan pada proses pencernaan dan akhirnya membuat feses bayi berwarna hijau. Bahkan sering juga menyebabkan terbentuknya gas yang terlalu banyak sehingga bayi sering kentut dan merasa tidak nyaman.

Kami memahami kekhawatiran yang anda rasakan mengenai kondisi anak Anda. Nampaknya anak Anda mengalami alergi susu sapi, namun hal ini tetap memerlukan konfirmasi melalui pemeriksaan langsung.

Alergi adalah reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Reaksi alergi memang biasanya terjadi pada anak dari orang tua yang juga memiliki alergi (genetik). Anak yang tidak mendapatkan ASI memang lebih berisiko untuk mengalami alergi susu sapi dibandingkan anak yang mendapatkan ASI eksklusif.

Alergi susu sapi adalah reaksi alergi yang melibatkan antibodi IgE terhadap satu atau lebih fraksi protein yang terdapat dalam susu. Alergi susu sapi sering dikacaukan dengan intoleransi laktosa oleh karena gejalanya yang serupa. Bagaimanapun, intoleransi laktosa dan alergi susu sapi tidak berhubungan. Alergi susu sapi merupakan reaksi alergi yang dipicu oleh sistem imun, sedangkan intoleransi laktosa adalah masalah yang disebabkan oleh sistem pencernaan.

Alergi susu sapi adalah reaksi alergi sejati yang dapat dideteksi dengan challenge test dilakukan bukan untuk mengatasi alergi, namun untuk mengetahui/menkonfirmasi adanya alergi susu sapi pada anak. Salah satu cara mendiagnosis alergi susu sapi yang tepat adalah dengan challenge test. Anak akan disuruh untuk berhenti mengkonsumsi susu formula selama kira-kira 1 minggu, kemudian dokter akan menyuruh anak untuk mengkonsumsi kembali susu tersebut. Jika timbul reaksi alergi yang sama, maka diagnosis alergi susu sapi dapat ditegakkan.

Apabila anak Anda benar menderita alergi susu sapi, sebaiknya anak Anda menghindari segala makanan yang berbahan dasar susu sapi seperti keju, biskuit susu, dsb. Sebagai alternatif, susu kedelai, susu beras, dan susu nabati lain dapat menggantikan susu sapi, namun perlu diketahui bahwa 20% anak yang alergi susu sapi juga memiliki alergi terhadap susu kedelai .Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi alergi adalah dengan menghindari alergen penyebab. Gantilah susu yang dikonsumsi anak Anda dengan susu lain yang lebih hipoalergenik (HA). Protein susu sapi dapat menimbulkan alergi yang menetap sampai akhir masa anak-anak. Meskipun demikian, biasanya alergi susu sapi akan hilang dengan sendirinya seiring dengan matangnya saluran pencernaan bayi (pada usia 2-3 tahun)

Anak yang alergi susu sapi jika dipaksa untuk mengkonsumsi makanan yang memicu alerginya (susu formula biasa) akan mengalami reaksi alergi yang terus menerus. Timbulnya reaksi alergi ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi anak dan membuat anak menjadi lebih rewel. Lebih lanjut, hal tersebut dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

Disamping itu, bayi yang mengalami alergi jika tidak dilakukan usaha untuk mengatasinya maka saat dewasa akan mudah terkena alergi seperti asma atau alergi hidung (rhinitis). Kejadian alergi ini dapat sangat mengganggu aktifitas sehingga mampu menurunkan kualitas hidupnya kelak. Karena itu, intervensi sejak dini perlu dilakukan untuk mencegah berlanjutnya proses alergi menjadi yang lebih berat (asma atau rhinitis)

0 komentar:

Posting Komentar