Jumat, 30 Agustus 2013

KESALAHAN DIAGNOSIS PADA ANAK

Kesalahan diagnosis pada anak artinya anak diberikan diagnosis penyakit tertentu tetapi sebenarnya belum tentu mengalami gangguan tersebut. Bukan hanya di Indonesia, hal ini juga sering terjadi di luar negeri. Istilah dan kondisi yang hampir serupa diistilahkan pit fall diagnosis, overdiagnosis atau misdiagnosis.

Banyak faktor yang terjadi mengapa kesalahan diagnosis pada anak itu sering terjadi. Faktor utama adalah dalam beberapa penyakit yang dalam menentukan gold standar atau untuk memastikan suatu penyakit dengan diagnosis klinis atau hanya dengan mengamati riwayat penyakit dan manifestasi penyakit. Sedangkan alat bantu diagnosis seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya tidak banyak diharapkan karena sering spesifitas dan sensitifitas tidak terlalu bagus sehingga sering mengakibatkan false positif atau false negatif.

Berikut 7 kesalahan diagnosis pada anak yang paling sering terjadi, khususnya pada anak-anak :

1. Alergi susu sapi.

Menentukan vonis anak menderita alergi susu sapi tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak semua manifestasi alergi haruslah disebabkan karena alergi susu sapi. Penyebab alergi susu sapi hanya berkisar sekitar 2-3%, tetapi faktanya hampir semua anak yang mengalami gejala alergi, sering langsung diagnosis alergi susu sapi. Banyak bayi awalnya didiagnosis alergi susu sapi dan diadviskan untuk minum susu yang mahal. Ternyata saat dilakukan evaluasi ternyata anak tersebut tidak mengalami alergi susu sap kasus lain saat usia o-6 bulan minum susu sapi tidak ada masalah tetapi saat usia 7 bulan divonis alergi susu sapi.

Memang untuk memvonis seorang alergi susu sapi tidak semudah itu. Untuk menentukan penderita yang sudah divonis alergi susu sapi pilihan utama adalah susu ektensif hidrolisat atau soya. Seringkali kesalahan terjadi bahwa setiap anak mengalami tanda dan gejala alergi divonis alergi susu sapi dan diadviskan susu hidrolisat parsial alergi. Padahal, susu tersebut hanya untuk prevention atau pencegahan alergi atau untuk anak beresiko alergi bukan untuk penderita alergi susu sapi.

Memastikan alergi susu sapi tidak mudah karena dalam keadaan tertentu tes alergi seperti tes kulit atau tes darah tidak bisa memastikannya. Standar baku emas atau memastikan alergi susu sapi harus dengan chalenge test atau eliminasi provokasi. Hal inilah yang membuat seringkali terjadi overdiagnosis atau perbedaan pendapat di antara para dokter dalam menentukan vonis alergi susu sapi pada anak atau bayi. Penyebab alergi bila dicermati juga sering dicetuskan karena infeksi virus dan disebabkan karena alergi debu atau alergi makanan lainnya.

2. Infeksi bakteri.

Kesalahan diagnosis sering lainnya adalah penyakit virus didiagnosis sebagai infeksi bakteri. Gangguan infeksi muntaber, muntah, diare, demam, batuk, pilek atau infeksi akut lainnya sebagian besar disebabkan karena infeksi virus yang tidak memerlukan antibiotika. Tetapi fakta yang ada sebagian besar terjadi overdiagnosis atau overtreatment. Banyak kasus demikian diberi antibiotika yang seharusnya tidak perlu diberi antibiotika.

3. Alergi debu.

Setiap Debu yang paling sering dianggap sebagai penyebab keluhan batuk, pilek, sinusitis berkepanjangan. Sebenarnya penyebab utama alergi debu adalah debu rumah atau "house dust". Debu di luar rumah jarang dianggap sebagai penyebab alergi. Bahkan banyak orangtua menyangka bahwa batuk dan pilek berkepanjngan karena adanya proyek bangunan di sekitar rumah.

Bila dicermati debu yang selama ini dianggap sebagai biang keladi penyebab alergi mungkin harus dipertanyakan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa keluhan alergi seperti batuk dan pilek seringkali timbul saat malam dan pagi hari. Padahal saat malam dan pagi hari debu lebih sedikit. Reaksi alergi karena debu adalah reaksi cepat yang seharusnya lebih banyak timbul saat siang hari saat aktifitas.

Fakta lain juga terjadi banyak orangtua yang telah membersihkan semua debu, boneka, karpet dan dipasang AC plasmacluster tetapi ternyata gejala alergi batuk dan pilek tidak kunjung hilang. Bahkan penelitian di Swedia menunjukkan pemakaian karpet menurun, pemakaian lantaeas menaingkat tetapi justru penderita alergi meningkat pesat. Debu bisa dapat menimbulkan alergi bila dalam jumlah yang cukup besar seperti bila masuk gudang, rumah yang tidak ditinggali lebih dari seminggu, saat bongkar-bongkar kamar atau saat menyapu atau saat memakai atau mengambil barang yang sudah lama tersimpan lama di gudang atau lemari.

Gangguan karena debu termasuk reaksi cepat biasanya tidak berlangsung lama, begitu paparan debu tersebut hilang maka dalam beberapa saat keluhan tersebut akan menghilang. Bila gangguan tersebut berlangsung lama bisa dipastikan adalah reaksi lambat, keadaan seperti inilah tampaknya alergi makanan seringkali dapat dicurigai. Penyebab dan pemicu alergi yang sering adalah infeksi virus atau flu hal ini sering tidak disadari penderita alergi.

4. ADHD.

Banyak kasus anak tidak bisa diam, gangguan konsentrasi dan gangguan emosi divonis sebagai ADHD padahal bukan. Banyak anak normal juga mempunyai menifestai tidak bisa diam, gangguan konsentrasi dan gangguan emosimeski dalam bentuk yang tidak berat. Kondisi normal ini sering terjadi pada penderita alergi dengan gangguan salran cerna. ADHD adalah wrong diagnosis terbesar di Amerika Serikat.

5. Demam tifus.

Seringkali seseorang didiagnosis tifus sampai lebih dari 2-4 kali dalam setahun padahal tidak menderita penyakit tersebut. Kesalahan diagnosis tifus seringkali terjadi karena spesifitas hasil pemeriksaan laboratorium darah widal atau pemeriksaan IgG dan IgM tifus tidaklah baik. Sering terjadi false positf pada infeksi virus atau DBD. Makanya seringkali terjadi penderita DBD divonis juga sebagai tifus karena hasil laboratorium tifus positif padahal tidak mengidap tifus. Reaksi false positif hasil laboratorium tifus ini seringkali terjadi pada penderita alergi atau hipersenitif karena reaksi antibodinya sangat reaktif sering mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium.

6. Tuberkulosis.

Diagnosis pasti TB anak sulit oleh karena penemuan Micobacterium TBC (M.TBC) sebagai penyebab TB pada anak tidak mudah. Sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis dalam penegakkan diagnosis TB pada anak. Konsekuensi yang harus dihadapi adalah pemberian multidrug (2 atau 3 jenis antibiotika) dalam jangka waktu 6 bulan. Pemberian obat anti TB pada anak yang tidak menderita TB selain mengakibatkan pengeluaran biaya yang tidak diperlukan, juga risiko efek samping pemberian obat tersebut seperti gangguan hati, persarafan telinga, gangguan darah dan sebagainya.

Di kalangan masyarakat bahkan sebagian klinisi terdapat kecenderungan tanda dan gejala TB yang tidak spesifik pada anak sering dipakai dasar untuk memberikan pengobatan TB pada anak. Padahal banyak penyakit lainnya yang mempunyai gejala tersebut. Gagal tumbuh atau berat badan tidak naik, kesulitan makan, demam berulang, sering batuk atau pembesaran kelenjar yang kecil di sekitar leher dan belakang kepala merupakan gejala yang tidak spesifik pada anak. Tetapi tampaknya dalam praktik sehari-hari gangguan ini sering langsung dicurigai sebagai gejala TB.

Seharusnya gejala tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyakit lainnya. Gangguan-gangguan tersebut juga sering dialami oleh penderita alergi, asma, gangguan saluran cerna dan gangguan lainnya pada anak. Tanda dan gejala TB yang tidak spesifik sangat mirip dengan penyakit lainnya. Gangguan gagal tumbuh dan gangguan saluran napas non spesifik sering mengalami overdiagnosis tuberkulosis. Penyakit alergi atau asma dan penderita gagal tumbuh yang disertai kesulitan makan paling sering dianggap penyakit TB karena gejalanya sama.

7. Alergi dingin.

Gejala bersin, batuk, pilek berkepanjangan sering didiagnosis sebagai alergi dingin. Sebenarnya dingin hanyalah sekedar pencetus atau memperberat bukan penyebab. Artinya bila penyebab alergi lainnya tidak ada maka meski dingin tidak akan menimbulkan keluhan. Dingin atau AC sering juga dianggap biang keladi penyebabnya. Tetapi pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena banyak penderita alergi batuk saat tidur siang dengan AC yang sangat dingin tidak timbul gejala batuk tersebut. Hingga saat ini masih belum diketahui mengapa gejala alergi atau asma sering timbul saat malam hari. Diduga peranan hormonal sirkadial yang mengakibatkan fenomena gejala saat malam dan pagi hari lebih sering terjadi. Demkikian juga bila dicermati penderita yang divonis alergi dingin suatu saat tinggal.beberapa lama di lembang yang sangat dingin bahkan tinggal di Eropa selama beberapa bulan saat musim dingin keluhan pilek dan batukjustru sembuh.

0 komentar:

Posting Komentar